Kamis, 05 Agustus 2010

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

Industri primer pengolahan hasil hutan merupakan salah satu penyumbang limbah cair yang berbahaya bagi lingkungan. Bagi industri-industri besar, seperti industri pulp dan kertas, teknologi pengolahan limbah cair yang dihasilkannya mungkin sudah memadai, namun tidak demikian bagi industri kecil atau sedang. Namun demikian, mengingat penting dan besarnya dampak yang ditimbulkan limbah cair bagi lingkungan, penting bagi sektor industri kehutanan untuk memahami dasar-dasar teknologi pengolahan limbah cair.
Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air limbah domestik maupun industri yang dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat setempat. Jadi teknologi pengolahan yang dipilih harus sesuai dengan kemampuan teknologi masyarakat yang bersangkutan.
Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan:
1. pengolahan secara fisika
2. pengolahan secara kimia
3. pengolahan secara biologi

Untuk jenis air buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut dapat diaplikasikan dengan cara sendiri-sendiri ataupun kombinasi.

Pengolahan Secara Fisika
Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.
Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses pengolahan berikutnya. Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening) dengan memberikan aliran udara ke atas (air flotation).
Proses filtrasi di dalam pengolahan air buangan, biasanya dilakukan untuk mendahului proses adsorbsi atau proses reverse osmosis-nya, akan dilaksanakan untuk menyisihkan sebanyak mungkin partikel tersuspensi dari dalam air agar tidak mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat membran yang dipergunakan dalam proses osmosa.
Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk menyisihkan senyawa aromatik (misalnya: fenol) dan senyawa organik terlarut lainnya, terutama jika diinginkan untuk menggunakan kembali air buangan tersebut.
Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk unit-unit pengolahan kecil, terutama jika pengolahan ditujukan untuk menggunakan kembali air yang diolah. Biaya instalasi dan operasinya sangat mahal.
Pengolahan secara Kimia
Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.
Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan dengan membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan yang berlawanan dengan muatan koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga akhirnya dapat diendapkan. Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor dilakukan dengan membubuhkan larutan alkali (air kapur misalnya) sehingga terbentuk endapan hidroksida logam-logam tersebut atau endapan hidroksiapatit. Endapan logam tersebut akan lebih stabil jika pH air > 10,5 dan untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5. Khusus untuk krom heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom hidroksida [Cr(OH)3], terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalent dengan membubuhkan reduktor (FeSO4, SO2, atau Na2S2O5).
Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol dan sianida pada konsentrasi rendah dapat dilakukan dengan mengoksidasinya dengan klor (Cl2), kalsium permanganat, aerasi, ozon hidrogen peroksida. Pada dasarnya kita dapat memperoleh efisiensi tinggi dengan pengolahan secara kimia, akan tetapi biaya pengolahan menjadi mahal karena memerlukan bahan kimia.
Pengolahan Secara Biologi
Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya.
Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor);
2. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor).
Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam). Proses kontak-stabilisasi dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan.
Kolam oksidasi dan lagoon, baik yang diaerasi maupun yang tidak, juga termasuk dalam jenis reaktor pertumbuhan tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti Indonesia, waktu detensi hidrolis selama 12-18 hari di dalam kolam oksidasi maupun dalam lagoon yang tidak diaerasi, cukup untuk mencapai kualitas efluen yang dapat memenuhi standar yang ditetapkan. Di dalam lagoon yang diaerasi cukup dengan waktu detensi 3-5 hari saja.
Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas media pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya. Berbagai modifikasi telah banyak dikembangkan selama ini, antara lain:
1. trickling filter
2. cakram biologi
3. filter terendam
4. reaktor fludisasi
Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi penurunan BOD sekitar 80%-90%.
Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis:
1. Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen;
2. Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen.
Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses anaerob menjadi lebih ekonomis.


Pengolahan Limbah cair PKS sistem Anaerobik
Teknik Pengolahan Limbah Cair PKS dengan Sistem Anaerobik Secara konvensional pengolahan limbah di pabrik kelapa sawit (PKS) dilakukan secara biologis dengan menggunakan sistem kolam, yaitu limbah cair diproses di dalam satu kolam anaerobic dan aerobik dengan memanfaatkan mikroba sebagai pe-rombak BOD dan menetralisir ke asaman cairan limbah. Hal ini di-lakukan karena pengolahan limbah dengan menggunakan teknik tersebut cukup sederhana dan dianggap murah. Namun demikian lahan yang diperlu-kan untuk pengolahan limbah sangat luas, yaitu sekitar 7 ha untuk PKS yang mempunyai kapasitas 30 ton TBS/jam. Kebutuhan lahan yang cukup luas pada teknik pengolahan limbah dengan menggunakan sistem kolam dapat mengurangi ketersediaan lahan untuk kebun kelapa sawit. Waktu retensi yang diperlukan untuk merombak bahan organik yang terdapat dalam limbah cair ialah 120 – 140 hari. Efisiensi perombakan limbah cair PKS dengan sistem kolam hanya sebesar 60 – 70 %. Disamping itu pengolahan limbah PKS dengan menggunakan sistem kolam sering mengalami pendangkalan sehingga masa retensi men-jadi lebih singkat dan baku mutu limbah tidak dapat tercapai. Teknik pengolahan limbah PKS dengan sistem tangki anaerobik adalah salah satu sistem pengolahan limbah yang dilakukan secara anaerobik dengan kecepatan tinggi dan sangat efisien. Adapun prinsip kerja teknik peng-olahan limbah tersebut adalah degradasi bahan organik oleh bakteri dengan cara anaerobik.

Metodelogi yang digunakan dalam ialah sistem tangki biofilter kecepatan tinggi (Highrare Biofilter Tank). Air limbah yang berasal dari fat-pit dialirkan ke dalam tangki pengumpul dan se-lanjutnya dialirkan ke dalam tangki pengendapan dan tangki umpan (V tank). Limbah cair PKS dialirkan ke tangki digester I (TD I) dan selanjutnya ke tangki digester II (TD II) dengan menggunakan pompa sentrifugal yang dilengkapi dengan pengatur waktu. Resirkulasi limbah cair PKS dari TD I ke TD II dilakukan dengan pompa resirkulasi. Jika dibanding-kan dengan sistem kolam anaerobic konvensional, sistem tank anaerobic dapat mengurangi waktu perubahan dari 50 hari menjadi 10 hari atau sebesar 80 %

Proses Pengolahan Limbah di Pabrik P T. Bimoli
Limbah pengolahan minyak dimasukkan ke Selection Tank. Dari selection tank dimasukkan ke dalam Fat Trap dimana akan dipisahkan antara minyak dan air. Minyak ini diangkat secara manual. Kemudian limbah yang hanya tersisa air di aalirkan ke Mix Tank. Disini diukur pH nya. Biasanya kisaran pH adalah adalah pH air yaitu 6 sampai 8. Kemudian dimasukkan ke dalam tangki. Masing-masing tangki yang berfungsi sebagai pemisah antara minyak yang tersisa, memisahkan limbanh yang mengendap dan tidak mengendap dan juga menetralisir pH. Dari situ limbah dialirkan ke DAF unit untuk pemisahan benda-benda terapung, melayang dan mengendap lebih lanjut. Kemudian dialirkan ke Oksidation Ditch. Disini sudah ada bakteri pengurai. Untuk menghidupi bakteri ini diberi pupuk. Salah satu fungsi dari bakteri ini untuk mengurai Nitrogen dari limbah. Kemudian limbah yang dalam bentuk cair yang telah melewati Oksidation Ditch dikelurakan kedalam kolam indicator. Disini dapat dilihat kalau limbah tersebut dapat dibuang dengan melihat ikan-ikan yang dimasukkan ke dalam kolam ini. Jika ikan-ikan tersebut dapat hidup berarti limbah tersebut bisa di buang ke alam. Sedangakan limbah yang masih ada lumpurnya dimasukkan ke dalam kolam sendiri. Lumpur ini bisa dijadikan pupuk karena banyak mengadung phosphor dan nitrogen.


PENGOLAHAN LIMBAH DI PERTAMBANGAN TALAWAAN

Tiap kelompok penambang mempunyai 1 (satu) unit tromol yang berfungsi untuk menghancurkan/menggiling batuan. Dalam proses penggilingan di tromol, para penambang menggunakan air raksa/merkuri (Hg). jumlah merkuri yang digunakan untuk penggilingan tersebut sekitar 1 kg untuk 5 kali proses dalam 1 unit tromol (10 tabung). Hasil dari penggilingan tersebut (dalam bentuk bubur) dimasukkan ke dalam Tong untuk proses mendapatkan emas. Pemisahan emas dengan lumpur batuan dilakukan di dalam tong berbentuk silinder (Tinggi + 6 m dan Diameter + 2,5 m) menggunakan Sianida (CN) dan karbon Aktif.

Salah satu dampak negatif pencemaran lingkungan yang paling ditakutkan dari penambangan emas adalah rembesan limbah cair yang mengandung logam berat raksa (Hg). Pada proses penambangan emas, merkuri digunakan untuk meningkatan laju pengendapan emas dari lumpur. Partikel merkuri akan membentuk anglomerasi dengan emas sehingga meningkatkan perolehan emas. Sebenarnya peraturan internasional sudah tidak lagi memperbolehkan penggunaan merkuri untuk pertambangan pada skala besar.

Logam berat ini sangat berbahaya meskipun pada konsentrasi rendah. Hg larut dalam air dan ketika terakumulasi di perairan baik sungai atau laut dapat berdampak langsung membahayakan masyarakat. Studi kasus menunjukkan pengaruh buruk mercuri seperti tremor, kehilangan kemampuan kognitif, dan gangguan tidur dengan gejala kronis yg jelas bahkan pada konsentrasi uap mercuri yang rendah 0.7–42 μg/m3. Penelitian menujukkan bahwa jika menghirup langsung mercuri selama 4-8 jam pada konsentrasi 1.1 to 44 mg/m3 menyebabkan sakit dada, batuk, hemoptysis, pelemahan dan pneumonitis. Pencemaran akut mercuri menunjukkan akibat parah seperti terganggunya system syaraf, seperti halusinasi, insomnia, dan kecenderungan bunuh diri. Yang lebih membahayakan adalah bahaya laten mercury. Jika masuk ke perairan, mercuri akan terakumulasi pada ikan dan akan memberikan efek langsung seperti yang dijelaskan diatas jika ikan tersebut dikonsumsi. Oleh karena itu upaya penanganan limbah cair ini sangat mendesak untuk dilakukan.

Untuk menanggulangi pencemaran lingkungan di kawasan penambangan rakyat harus digunakan teknologi yang telah terbukti dan teruji, mudah dibuat dan tersedia secara lokal seluruh bahan baku dan material pembuatannya. Salah satu teknologi klasik yang mumpuni digunakan adalah menggunakan bioabsorber. Teknik ini salah satunya digunakan untuk konservasi sungai yang tercemar logam berat pasca revolusi industri di inggris dan eropa daratan. Teknik biosorpsi ini menggunakann tumbuhan air-eceng gondok untuk menyerap logam berat yang larut pada air.

Eceng gondok memiliki kapasitas biosorbsi yang besar untuk berbagai macam logam berat terutama Hg. Logam berat tersebut diabsorbsi dan dikonversi menjadi building block sehingga tidah lagi membahayakan lingkungan. Namun demikian proses biosorbsi sangat sulit untuk menghasilkan air yang bebar logam berat. Selain laju biosorbsi yang lambat, distribusi eceng gondok juga hanya mengapung dipermukaan sehingga menyulitkan pengolahan yang homogen. Hal ini bisa diantisipasi dengan desain kolam yang luas namun dangkal atau dengan melibatkan proses pengolahan lanjut dengan pengolahan tambahan.

Kalau melihat pertambangan yang ada di Tatelu, para pemilik pengolahan tambang membuang limbah pengolahan di kolam-kolam yang dibuat. Hal ini dikarenakan sisa pengolahan tambang yang menggunakan sianida dapat menghasilkan pupuk nitrogen. Hal ini disebabkan karena sianida dapat diubah bentuknya menjadi nitrogen dengan bantuan bakteri pengurai dan juga adanya sinar matahari yang ditambah dengan oksigen diudara. Kalau dilihat dari proses pengolahan yang menggunakan merkuri, merkuri tersebut tidak di buang tetapi merkuri tersebut diambil kembali untuk pengolahan selanjutnya.

2 komentar:

  1. Maaf..., Pak Rino.
    Bisakah Anda menggambarkan lebih detail cara pengolahan limbah cair dan contoh suatu gamabaran suatu perusahaan yang sedang mengalami pencemaran limbah cair sehingga anda bisa memberikan solusi untuk mengatasi dan mencegah pemcemaran limbah cair tersebut yang tidak akan berdampak mencemari ke wilayah lingkungan....


    Terima kasih,
    salam

    BalasHapus
  2. Salam pak wiliam, saya mohon bantuan bapak untuk membuat sebuah kajian tentang pengolahan limbah cair yang mengandung cairan minyak, lmpur dan didalamnya ada maerkuri, kanjian saya bagaimana memisahkan air dengan minyak, dan lumpur dengan air raksa, sehingga air bisa kita buang ke kanal, dan lumpur bisa kita jadikan pupuk dan air raksa bisa kita kumpulkan, atau bagaimana kalau lumpur yg mengandung air raksa kita buat balok kecil, kemudian lagi siapa yang bisa mengeluarkan surat bahwa limbah tersebut aman..

    BalasHapus