Rabu, 18 Mei 2011

PEMBANGUNAN DAN LINGKUNGAN HIDUP

Masyarakat memahami bahwa lingkungan  itu tidak terbatas hanya kepada hal-hal yang bersifatr fisik, melainkan  non fisik dan sosial juga. Dalam Undang-undang no 4 tahun 1982 tentang ketwntuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup, lingkungan hidup diartikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk didalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri-kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Pembangunan dalam arti luas telah mengalami perkembangan konsepsi, dari konsep yang menekankan pertumbuhan ekonomi sampai kepada konsep pemanusiaan sekarang ini ( Ginanjar 1996.10).  Pembangunan yang berkebang didekade 50- an dan 60- an umumnya menghasilkan ketimpangan sosial dan kecenderungan mengeksploitasi alam secara tidak bijaksana untuk konsumsi manusia. 
Langkah yang diambil untuk memacu pertumbuhan ekonomi  negara berkembang adalah melalui industrialisasi, yang tergantung kepada teknologi dan modal dari luar,  yang tak tertutup kemungkinan mendapatkan teknologi yang merusak  dan dapat mengancam kelestarian lingkungan.  Hasil pembangunan  diharapkan dapat dinikmati oleh masyarakat  sampai lapisan bawah  akhirnya tidak dapat dinikmati tetapi yamg mampuh cenderung lebih mampuh dan yang miskin tetap miskin bahkan menjadi lebih miskin. Oleh karena itu untuk mempertahankan hidupnya masyarakat miskin melakukan berbagai cara mengeksloitasi alam yang dapat merusak lingkungan dan karena miskin mereka juga tak berkemampuan mendidik generasi mudanya dan menjaga kesehatan dirinya maupun keluarganya sehingga produktifitasnya pun menjadi rendah.
Jumlah penduduk yang dinyatakan  miskin di Indonesia tahun 1990 sebesar 15,1 % dan menjadi 13,7 % tahun 1993. Kecenderungan terjadinya kesenjangan antara yang miskin dan yang berpendapatan tinggi  tampak lebih lebar. Pendapatan masyarakat berpendapatan tinggi tampak meningkat lebih cepat dibandingkan dengan pendapatan kelompok penduduk berpendapatan rendah. Dengan demikian pembangunan di Indonesia masih menghadapi tantangan yang besar dari kemiskinan dan disparitas sosial. Kemiskinan dan ketimpangan hanya sebagian saja dari beban yang cenderung bertambah berat terus yang ditanggung oleh lingkungan dari unsur kependudukan. Dampak manusia pada bumi tergantung pada jumlahnya, jumlah energi dan sumber daya lain yang dikonsumsinya, serta sampah yang dibuangnya. Pertambahan jumlah penduduk yang meningkat pesat  terutama dinegara berkembang serta gaya hidup konsumtif dinegara maju memperberat beban lingkungan dan mendorong terjadinya krisis pangan serta energi.
Adanya pertambahan penduduk berarti pula semakin banyak perumahan yang diuperlukan. Ini dapat berarti semakin terdesaknya lingkungan alami termasuk tanah dan pertanian. Selain perubahan penggunaan tanah, pembangunan perumahan pun akan berakibat kepada semakin besarnya eksploitasi sumber daya alam yang digunakan untuk pembangunan seperti pasir dan batu. Pertambahan penduduk  yang melahirka peningkatan angkatan kerja kemudian tidak diikuti oleh kemampuan negara yang bersangkutan untuk menyediakan lapangan pekerjaan maka pengangguran akan menjadi ancaman serius terhadap lingkungan. Perkotaan menjadi tujuan masyarakat mencari lapangan pekerjaan, sehingga prosentase penduduk perkotaan cenderung meningkat terus. Habitat 1986 memperkirakan 60.1 % penduduk dunia ditahun 2025 adalah penduduk perkotaan, sedangkan dinegara berkembang penduduk perkotaan di tahun tersebut diperkirakan mencapai 56,5 %.
Permukinan kota memerlukan lebih banyak teknologi untuk mengatasi kebutuhan penduduknya akan tempat yang sehat. Sampai sekarang baru ada 9 kota yang telah memiliki sistem pembuangan limbah. Sebagian besar rumah tangga diperkotaan termasuk perumahan baru menggunakan sistem sanitasi setempat yang tidak terlalu bersih.. Masyarakat miskin masih menggunakan sungai sebagai tempat pembuangan limbah dan 30,5 %  sampah kota dibuang ke sungai dan saluran air,  yang mengakibatkan pencemaran sungai. Digunakannya saluran air dan sungai sebagai tempat pembuangan sampah dapat meningkatkan potesi banjir, karena menurunnya kapasitas jaringan area, sementara oleh masyarakat lain sungai menjadi andalan sebagai sumber air bersih.
Perubahan penggunaan tanah dari alami ke buatan juga dapat membawa beban kepada lingkungan antara lain dapat mengubah perilaku air, resapanya kedalam bumi menjadi tertahan.  Devas menyebutkan bahwa untuk memenuhi target pelayanan dasar kota, Indonesia membutuhkan sekitar US$ 1,4 milyar pertahun atau sekitar 1/5 dari anggaran pembangunan satu tahun. Angka ini memperlitahkan besarnya tantangan pembangunan permukiman kota.
Kondisi lingkungan  dapat menjadi buruk ternyata tidak hanya karena faktor kemiskinan tetapi juga karena tuntutan untuk hidu lebih baik dari kelompok masyarakat yang lebih mampuh seperti penggunaan alat pengkondisi udara (AS) dimana peralatan ini dapat membuat penghuni bangunan merasa nyaman tetapi keluar bangunan alat ini memberikan sumbangan terhadap peningkatan suhu setempat. Tidak hanya pada penggunaan AC, tetapi tempat hunian  dan tempat kerja yang nyaman serta berbagai fasilitas sarana perbelanjaan, rekreasi, dan olah raga lebih mudah diperoleh dari pada air bersih untuk masyarakat, dimana kesemuanya itu memberikan sumbangan terhadap penurunan kualitas lingkungan hidup. Pencemaran udara dapat mengancam lapisan ozon yang pada akhirnya berbahaya bagi kehidupan manusia.  Perilaku manusia yang kurang arif terhadap berbagai sumberdaya  alam telah mengurangi ketersediaannya.
Pembangunan ternyata tidak hanya sebagai alat pemenuhan kebutuhan sosial-ekonomi, melainkan sebagai pembangunan manusia, dimana pembangunan berarti memupuk kemampuan untuk membuat pilihan-pilihan mengenai masa depan.  Sujatmoko mengatakan bahwa pembangunan merupakan pertumbuhan manusia dan peradaban. Dimana pembangunan ialah membuat penduduk suatu negri tidak hanya produktif tetapi juga secara sosial lebih efektif dan lebih sadar diri. Menurut David Korten masalah pembangunan bukanlah pertumbuhan melainkan transformasi dalam pranata-pranata teknologi, nilai-nilai dan perilaku kita sesuai dengan realitas ekologi dan sosial, dimana transformasi ini harus memenuhi tiga kebutuhan pokok masyarakat global yakni keadilan yaitu adanya sarana dan kesempatan untuk menghasilkan nafkah yang layak bagi diri sendiri dan keluarganya, serta penggunaan dan pemilikan sumberdaya yang lebih berkeadilan. Kedua adalah berkelanjutan artinya tiap generasi mengakui kewajibannya untuk memelihara sumberdaya bumi dan ekosistemnya untuk generasi berikutnya. Dan ketiga ketercakupan yakni setiap orang mendapat kesempatan yang sama untuk menjadi penyumbang yang dihormati bagi keluarga, kelompok dan masyarakat.
Di bidang lingkungan badan dunia PBB pada tahun 1992 telah menyusun suatu perogram tindakan untuk pembangunan berkelanjutan yang dikenal dengan sebutan Agenda 21 atau Deklarasi Rio tentang Lingkungan dan Pembangunan. Indonesia menggunakan trilogi pembangunan yakni pemaduan pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas. Pembangunan berkelanjutan dinyatakan dalam pembangunan perumahan dan pemukiman yang menyebutkan bahwa penyelenggaraan pembangunan  perumahan dan pemukiman dilakukan agar terjangkau masyarakat luas dan berwawasan lingkungan serta berkelanjutan
1.1.    Konsep Pengembangan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan

Berwawasan lingkungan adalah pandangan yang tercermin dalam perilaku yang selalu mengupayakan hubungan yang serasi, antara manusia dan alam dan berbagai unsur buatan. Untuk lebih mendalami permasalahan lingkungan dan pembangunan dibentuklah World Commission on Environment and Development (WCED), yang merumuskan konsep pembangunan  berkelanjutan. Perkembangan yang berkelanjutan  ( sustaineble development) adalah pembangunan dan perkembangan untuk memenuhi kebutuhan sekarang, tanpa harus menghalangi generasi yang akan datang, untuk memenuhi kebutuhannya. Para pakar mengidentifikasikan tiga pandangan tentang pembangunan berkelanjutan.
Pertama. Pandangan dari sudut ekonomi yang memfokuskan perhatiannya pada upaya peningkatan kemakmuran semaksimal mungkin dalam batasan modal dan kemampuan teknologi. Kedua, pandangan dari sudut ekologi yang memandang terjaganya keutuhan ekosistem sebagai syarat mutlak untuk menjamin keberlanjutan perkembangan kehidupan. Ketiga, Pandangan dari segi sosial yang menekankan bahwa manusia adalah faktor kunci dan organisasi sosial yang senantiasa mancari pemecahan bagaimana menjaga berkelanjutan pembangunan.
Pembangunan berkelanjutan memerlukan sikap pembangunan yang berbeda dengan sebelumya yaitu diperlukan suatu sikap yang tidak lagi memilah, memisah-misahkan apalagi mempertentangkan tujuan-tujuannya. Untuk menegakkan etika berkelanjutan orang harus mempertimbangkan kembali nilai-nilai yang dianut dan merubah perilakunya. Dua sifat utama dalam saling ketergantungan  yakni perilaku masing-masing pihak mempengaruhi perilaku keseluruhan, dan tidak satu pun pihak yang mempunyai pengaruh atau akibat yang berdiri sendiri. Kepranataan yang ada sekarang  yang masih berorientasi kepada pertumbuhan perlu diubah menjadi kepranataan yang dapat menopang berkelanjutan pembangunan, baik tingkat lokal, regional, nasional dan global.


1.2.    Konsep Perumahan dan pemukinan

Tahun 70 –an pembangunan perumahan mendapat kritikan karena orientasinya  yang sangat berat kefisik dan kurang memperhatikan masalah sosial dan ekonomi. Dari laporan Habitat tersirat bahwa konsep perumahan berbeda dengan konsep permukiman, dan konsep permukiman lebih luas dari perumahan. Undang-undang no 4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman di bedakan sebagai berikut :
Permukiman adalah  bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, dapat merupakan kawasan perkotaan dan pedesaan berfungsi sebagai lingkungan  tempat tinggal / hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan. Sedangkan perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi saebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian plus prasarana dan sarana lingkungan. Permukiman adalah perumahan dengan segala isi dan kegiatan yang ada didalamnya. Perumahan merupakan wadah fisik sedang permukiman merupakan paduan antara wadah dengan isinya  yaitu manusia, yang hidup bermasyarakat dan berbudaya didalamnya.
Secara lebih sederhana dapat dikatakan permukiman adalah paduan antara unsur : manusia, dengan masyarakat, alam dan unsur buatan.  Karakter, keterkaitan dan keterpaduan kelima unsur permukiman tersebut akan mewujudkan suatu kondisi dan karakter permukiman tertentu. Berdasarkan karakter alam permukiman umumnya dibedakan atas perkotaan, pedesaan, pantai, pegunungan,dsb. Berdasarkan karakter kemasyarakatannya digunakan kategori tingkat kemampuan ekonomi yaitu, tinggi, menengah, dan rendah. Berdasarkan sifat buatan yaitu perumahan susun, perumahan tak bertingkat, dsb. Dengan demikian jelaslah bahwa permasalahan permukiman tidaklah sama dengan permasalahan perumahan. Habitat 1986 menyebutkan bahwa permukiman adalah suatu konsep terpadu, oleh karena itu strategi pembangunan haruslah dibentuk dengan menempatkan perrmukiman sebagai pembina pengembangan disekitar manusia dan tempat dimana mereka bekerja dan tinggal, dengan  kata lain sebagai suatu konsep terpadu permukiman dapat menjadi instrumen untuk memajukan pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan yang berkelanjutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar