Rabu, 18 Mei 2011

MEWUJUDKAN PERMUKIMAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

1   Pembangunan Skala Besar : Dari Teknis Rasional Ke Wawasan Lingkungan
Institusi publik memegang peranan yang sangat menentukan terhadap terwujud tidaknya pembangunan yang berwawasan lingkungan. Dimensi social, ekonomi dan ekologis yang demikian kuat terjalin dalam pembangunan pemukiman  yang berwawasan lingkungan tidaklah mudah diatasi oleh pengembang dan swasta semata-mata. Peran institusi public bkanlah sebagai penyedia melainkan sebagai pencipta iklim membangun yang berkeadilan yang dapat mendorong terwujudnya suatu kepaduan social, ekonomi, ekologis dan fungsi dalam pemukiman.
Pendekatan pembangunan skala besar dalam konsep berkelanjutan tidak sama dengan pendekatan skala besar pada masa lalu. Dimasa lalu pemecahan skala besar lebih merupakan pemecahan dari segi teknik dan rasional untuk mencapai efisiensi ekonomi, terutama pada skala mikro atau skala proyek. Dalam pembangunan berwawasan lingkungan diperlukan pemikiran dan tindakan yang sifatnya komprehensif dan terpadu, dari segi ekologi, ekonomi, social dan fungsi. Pengertian bisar disini bukan semata-mata pada skala proyek, melainkan kepada kepaduan dan keholistikan pemikiran dan tindakannya yang membangun lingkungan. Pembangunan pemukiman yang berwawasan lingkungan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pemeliharaan lingkungan.
Unsure atau komponen pemukiman yang bersifat primer biasanya memerlukan teknologi tinggi dan capital besar dibangun oleh sector public atau swasta berskala besar. Sedangkan komponen sekunder oleh swasta menengah atau sector masyarakat. Demikian juga dengan tertier dapat dilakukan oleh sector swasta kecil atau masyarakat.
Dengan bagi peran seperti yang disebutkan diatas, maka masing-masing dapat berperan serta dalam pembangunan sesuai dengan kemampuan dan penguasaan teknologinya.
Sebagai proses pembangnan fissik maka telaahan dimulai dengan proses pra desain yaitu tahap pemilihan lokasi dan pembebasan tanah. Dalam studi AMDAL (proyek) analisis mengenai dampak lingkungan dilakukan menurut tahap kegiatan pembangunan mulai dari tahap persiapan yaitu tahap pemilihan lokasi dan pembebasan tanah sampai dengan tahap pengoperasian fasilitas yang dibangun.
Setiap pembangunan yang bertujuan social, ekologi dan ekonomi, maka semua tindakan dalam proses pembangunan dari mulai pemilihan lokasi serta pembebasan tanah sampai dengan pengoperasian dan pemeliharaannya harus dilakukan berdasarkan cita-cita tersebut. Setiap tahap tindakan pembangnan fisik memang mempunyai resiko mendatangkan dampak yang tidak diinginkan, disadari maupun tidak.

2.   Permukiman berwawasan Lingkungan sebagai Proses Arsitektur.
Arsitektur umumnya dipahami sebagai suatu seni atau sebagai suatu yang lebih berkaitan dengan keindahan ketimbang dengan urusan lain. Tapi arsitek didefinisikan sebagai sang pencipta: arsitek perdamaian, arsitek pembangunan ekonomi Indonesia dan lainnya.
Arsitek sendiri kemudian melihat dirinya sebagai pencipta cara hidup yang lebih baik sebagai seorang master. Sehingga seolah-olah bahwa apa yang diputuskan oleh arsitek atau perancang tidak akan membuat sesuatu menjadi buruk. Arsitek sebenarnya tidak menciptakan suatu dari yang tidak ada, pekerjaannya adalah mengubah sumber daya alam. Pemilik sumber daya alam adalah manusia dan mahkluk hidup yang ada didalamnya. Itulah yang membedakan arsitektur dari pekerjaan seni lainnya.   
Pemukiman yang berwawasan lingkungan dapat dilahat sebagai suatu tantangan atau ajakan, agar arsitektur tidak mengerdil menjadi suatu fashion dunia yang kurang member sumbangan yang berarti kepada kehidupan yang lebih baik kepada penghuni Bumi yang lebih luas.
Pandangan arsitektur sebagai system, melihat bagaimana setiap kegiatan perwujudan arsitektur merupakan bagian yang berdiri sendiri namun tidak lepas dari proses sebelumnya. Hasil proses sesudahnya dapat merupakan umpan balik sehingga kinerja proses dapat dikoreksi dan ditingkatkan. Dalam proses arsitektur perancangan menjadi sentral. Tujuan, standar kinerja dan kendala perancangan sudah dengan memperhitungkan apa yang diharapkan terjadi pada proses selanjutnya termasuk bagaimana lingkungan dan manusia berinteraksi.
Bagaimana peran arsitek dalam perancang dalam perwujudan permukiman yang berwawasan lingkungan? Sekarang ini perancang umumnya hanya mempunyai peran sebatas mengajukan usulan atau rekomendasi tidak mengambil keputusan.
Sikap berwawasan lingkungan dapat dipaksakan melalui peraturan. Dalam hal ini pembangunan berwawasan lingkungan dilihat sebagai suatu konsep moral yang perlu dimiliki dan diterapkan oleh setiap perancangan.
Jika organisasi profesi perancang mempunyai kedudukan kuat dan berpengaruh pada pengambilan keputusan, maka cita-cita untuk menjadikan arsitek menjadi pencipta lingkungan yang lebih baik bagi umat manusia dan sebagai yang mampu berada di barisan terdepan perubahan lingkungan yang menuju kepada keberlanjutan bumi akan dapat diharapkan tercapai.

3   Tahap Pembangunan Fisik
3.1    Pemilihan Lokasi dan Pembebasan Tanah
Proses pemilihan dan pembebasan tanah adalah proses yang relative lebih mudah dilakukan bilamana sudah ada rencana tata ruang yang berwawasan lingkungan. Dalam panduan perencanaan perumahan dan permukiman, persyaratan lokasi umumnya mengacu pada hal-hal yang menyangkut kesesuaian dengan peraturan dan keamanan serta keselamatan penghuni misalnya sesuai dengan rencana kota tentang peruntukan lahan , mudah dicapai, harus bebas banjir, kondisi lahan stabil, tidak dekat dengan sumber pencemar, aksesibilitas baik dan ada sumber air.
Untuk pembangunan skala besar diwajibkan melakukan AMDAL, ketidak adaan informasi mengenai rencana ruang yang tepat dapat digantikan oleh informasi dari studi AMDAL. AMDAL tentang permukiman, selain terkatagori pada AMDAL Proyek, mungkin juga bagian dari AMDAL regional atau kawasan. Untuk proyek skala kecil tidak perlu dilengkapi dengan studi AMDAL. Kecuali ada peraturan dan ketetapan yang lain, yang mewajibkan AMDAL untuk setiap perubahan lingkungan yang akan terjadi.
Bagaimana lahan dibebaskan juga penting dalam proses pembangunan berwawasan lingkungan. Tahap ini tidak jarang menjadi pemicu permasalahan social, terutama kalau pengembang dan pemilik tanah berbeda pendapat tentang soal harga atau bilamana pengguna atau pemilik tanah tidak mau melepaskannya. Musyawarah atau jalur hukum biasanya kemudian ditempuh.

3.2  Perancangan
Perancangan perlu dilakukan dengan cermat. Pengetahuan substansi yang diberlakukan dalam proses ini bukan dari merancangnya sendiri melainkan harus diturunkan dan diserap dari subsistem lain. Pengetahuan tentang proses perancangan sendiri hanyalah berupa metoda serta penerapannya.
Permukiman mencakup unsure lindungan atau gedung-gedung dan system jejaring. Kedua unsure tersebut terpadu dalam suatu rancangan yang lazim yang disebut sebagai perencanaan tapak. Perencanaan tapak ini dapat menyangkut kawasan keseluruhan tetapi juga rencana tapak bangunan imdividual. Rencana tapak ini sangat penting karena akan berakibat langsung pada perubahan bentang alam: penggalian, potong dan papas, penebangan pepohonan dan lain sebagainya.
Tantangan kepada perancang adalah bagaimana menciptakan lingkungan yang tepat ekologi, tetapi bernilai ekonomi dan manusiawi sehingga si pengembang lebih mudah menerima gagasan berkelanjutan.
3.3  Proses Konstruksi
Rancangan yang berwawasan lingkungan dapat merupakan awal yang baik bagi perkembangan pemukiman terencana. Akan tetapi yang akan lebih menentukan tercapainya tujuan adalah implementasinya. Perkiraan atau dugaan terhadap suatu peristiwa atau gejala, terjadi atau tidaknya, barulah tampak pada tahapan ini.
Perubahan ekologis baru akan terlihat pada tahap konstruksi. Oleh karena itu pengawasan dan pemantauan jelas diperlukan agar rencana yang berwawasan lingkungan tidak diubah kearah yang sebaliknya, pada waktu pelaksanaannya.
Wawasan sosio-ekonomi yang dapat diterapkan pada tahap ini, misalnya dengan membuka peluang sebesar-besarnya kepada penduduk dan usaha setempat untuk mengisi peluang kerja dan kesemapatan berusaha.pengembang kawasan ini dapat bekerja sama dengan pengembang kecil dan atau menggunakan kontraktor serta pengusaha bahan bangunan setempat. Ini merupakan gambaran kemitraan yang positif. Hanya saja sifat kostruksi hanya bersifat relative sementara, tak jarang mendorong sifat buruk pelaku untuk kurang bertanggung jawab.
Jika wawasan sosio-ekonomi yang ingin ditumbuhkembangkan maka si pengembang skala besar dapat memperlakukan proyeknya sebagai ajang proses pembelajaran peningkatan kualitas.
Kondisi lingkungan alami yang mungkin berubah umumnya berasal dari kegiatan penggalian dan penimbunan serta penghilangan berbagai macam flora dan fauna. Kegiatan galian dan timbunan yang dilakukan secara tidak cermat dapat membahayakan penduduk setempat yang menggunakan areal konstruksi untuk lalu lintas atau tempat bermain.

3.4  Proses Penghunian dan Bionomika Manusia.
Tujuan-tujuan sosio-ekonomi pembangunan akan tampak jelas bilamana permukiman sudah dihuni. Bila kemudian terwujud suatu komunitas yang mampu memelihara dan mengembangkan kehidupan social serta lingkungan fisik, tidak secara internal, melainkan juga dengan lingkungan sekitar, maka satuan permukiman tersebut dapat memberikan harapan lebih pasti akan terwujudnya cita-cita pembangunan yang berkelanjutan.
Proses penghunian yang terhambat, secara ekologi pun tidak menguntungkan. Pekarangan yang dibiarkan tidak ditanami, tanahnya mudah tererosi dan dapat mendangkalkan saluran-saluran pembuangan air.
Konsep berwawasan lingkungan menganjurkan agar sampah dikurangi dan banyak digunakan bahan yang 4 R (renewal, Reuse, Recycling dan Regeneration). Dalam tahap pasca konstruksi, pelaksanaan akan ditentukan oleh penghuninya sendiri. Demikian juga dalam hal hemat energy dan air.
Dalam pemeliharaan lingkungan yang biasanya menjadi masalah adalah ruang public yang merupakan daerah yang bertuan. Daerah ini dapat meliputi jalan-jalan utama, pedestrian, taman-taman dan jalur hijau. Sedangkan areal yang masih diidentifikasikan menjadi bagian penghuni biasanya dipelihara oleh penghuni masing-masing.
Air dan energy merupakan sumber daya yang wajib dihemat. Kebocoran air bersih dapat terjadi di tingkat manajemen atau disebabkan oleh buruknya kondisi perpipaan. Perilaku konsumen atau rumah tangga, juga berperan pada efisiensi penggunaan air dan energy. Ini mengisyaratkan perlu pemantauan dan upaya yang terus menerus agar perilaku ketiga institusi sesuai dengan tuntutan pembangunan yang berwawasan lingkungan.

3.5  Proses Umpan Balik, Penelitian dan Pengendalian
Setiap tahap pembangunan merupakan sus-sistem tersendiri, yang dapat memberikan informasi ke proses sebelum dan sesudahnya, demikian juga masa pasca penghunian penting untuk diperkirakan karena harus menjadi salah satu masukan bagi perancangan. Karena itu informasi tentangproses pembangunan itu penting untuk diketahui, baik untuk kepentingan akademik dan professional perancangan.
Informasi untuk kepentingan akademik dan professional yang diperoleh melalui kegiatan penelitian lazimnya tidak semata=mata untuk pengembangan ilmu pengetahuan, namun dapat dimanfaatkan bagi pengembangan kepranataan. Penelitian tentang lingkungan binaan seyogyanya memang mempunyai implikasi kepada hal itu. Penyusunan peraturan bangunan dan pedoman perancangan yang berwawasan lingkungan misalnya akan memerlukan informasi dan penelitian.
Keterkaitan yang kompleks dari pembangunan yangberwawasan lingkungan sudah tidak dapat lagi memilah-milah pengetahuan atas batas yang tegas antara teknologi dan pengetahuan social. Informasi dari penelitian juga perlu mendapat tempat dilingkungan akademik dan professional.
Hasil penelitian tidak semata-mata untuk kepentingan akademik atau pengembangan pengetahuan, mungkin bermanfaat bagi pengambil kebijaksanaan, baik yang bersifat makro maupun sifatnya lebih menyangkut peraturan teksnis.
Proses perancangan berbeda dengan proses penelitian yang menempatkan metoda perolehan informasi dan analisis sebagai bagian yang sama penting dengan hasil yang diperoleh sehingga apa, bagaimana dan darimana informasi dikumpulkan dan dianalisis menjadi bagian yang dipertanyakan dan dievaluasi.
Bagi pengelola permkiman, umpan balik diperlukan dalam rangka pengendalian pertumbuhan. Pengendalian dapat menyangkut hal-hal yang sifatnya teknis setempat, namun mungkin pula ada perkembangan gejala yang merupakan perkara kebijakan dalam lingkup yang lebih makro.
Perubahan dari rencana dan rancangan semula dapat terjadi sesaat suatu rancangan dilaksanakan. Masyarakat penghuni juga dapat melakukan perubahan lingkungan misalnya dengan menambah ruangan atau luas yang terbangun atau membagi kapling menjadi dua atau lebih karena alasan perwarisan, atau dijual sebagian dan lain sebagainya.
Perubahan juga dapat terjadi karena adanya pertumbuhan diluar perkiraan pembangunan kota semula. Perubahan-perubahan tersebut dapat dipantau baik secara formal, melalui mekanisme institusi public yang ada atau melalui cara-cara yang kurang formal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar