Senin, 14 Maret 2011

Artikel Penelitian


KONTAMINASI MERKURI DALAM SEDIMEN
DI SUNGAI TALAWAAN


PENDAHULUAN
Pembangunan yang berkelanjutan secara sederhana diartikan sebagai pembangunan yang memperhitungkan dan memelihara fungsi lingkungan hidup, di mana setiap kegiatan yang memanfaatkan sumber daya alam harus mempertimbangkan kelestarian lingkungan hidup. Udara, air, tanah dan segala kekayaan yang ada di dalamnya dicari, diambil dan diolah sedemikian rupa untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Salah satu sumber daya alam yang dimanfaatkan untuk memperoleh hasil yang diinginkan adalah logam emas, yang pengolahannya lewat kegiatan pertambangan.
Kegiatan pertambangan telah ada cukup lama, dengan konsep pengolahannya relatif tidak berubah yang berubah hanyalah skala kegiatannya. Mekanisme peralatan yang semakin berkembang dan lebih modern menyebabkan skala pertambangan logam emas semakin berkembang dan meluas (Karouw, 2001).
Di dalam kegiatan pertambangan emas rakyat (aristanal mining), salah satu proses untuk mendapatkan emas yaitu proses amalgamasi. Proses amalgamasi adalah proses percampuran antara emas dan merkuri (Hg). Teknik amalgamasi dilakukan dengan cara mencampur batuan yang mengandung logam emas dan merkuri dengan menggunakan tromol (Sualang, 2001).
Dalam kegiatan pengolahan emas yang menggunakan  teknik amalgamasi, dibutuhkan aliran air yang digunakan untuk memisahkan antara batuan halus dan amalgam yang dialirkan ke kolam penampungan, di samping itu  saluran kecil yang langsung berhubungan dengan selokan yang menuju sungai (Lingkubi, 2004). Proses berikutnya yaitu melarutkan kembali batuan halus yang telah diolah dengan menggunakan Hg dan tromol serta aliran air yang cukup banyak. Selanjutnya, larutan yang berbentuk lumpur ini diendapkan di kolam, apabila telah mengering diangkut untuk kembali diolah menggunakan sianida (NaCN), kemudian limbah dalam bentuk lumpur ini dibuang ke tempat penimbunan yang nantinya pada saat hujan akan terbawa oleh aliran air permukaan dalam bentuk suspensi ke sungai yang selanjutnya sampai ke pantai dan perairan laut.
Sedimen berperan penting dalam mengontrol konsentrasi logam berat yang terakumulasi dalam jaringan tubuh biota perairan (Blanchette et al., 2001). Dalam sistem perairan, sedimen adalah partikel tenggelam yang penting dan merupakan sumber Hg dan juga dianggap sebagai tempat penghasil utama metil merkuri (MeHg) (Cai et al., 1997).
Kontaminasi merkuri dalam sedimen sungai terjadi karena proses alamiah (pelapukan batuan termineralisasi), proses pengolahan emas secara tradisional (amalgamasi), maupun proses industri yang menggunakan bahan baku mengandung merkuri. Untuk mengetahui sumbernya, kontaminasi merkuri ini perlu diperhatikan dengan cermat karena tidak adanya standar baku mutu untuk kadar merkuri dalam sedimen sungai (Setiabudi, 2005)

METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di sepanjang aliran sungai Talawaan, sebagai tempat pengambilan sampel, dan Laboratorium NIMD (National Institute for Minamata Desease) Jepang, sebagai tempat analisa sampel. Sampel sedimen diambil dari 8 titik yang berada di sepanjang sungai Talawaan, sebagai berikut: Desa Wasian (1), Desa Tatelu (2), Desa Talawaan (3), Desa Winetin (4), Desa Tombohon (5), Desa Talawaan Atas (6), Desa Talawaan Bantik (7), dan Desa Talawaan Bajo (8) (Gambar 1).
Sampel sedimen Teknik pengambilan sampel sedimen dilakukan menurut petunjuk JPHA (Anonim, 2001).  Sedimen diambil dengan menggunakan alat mud collector dan diambil sedimen yang berada pada 10 - 15 cm dari permukaan. Sampel sedimen dipisahkan dari kerikil, potongan binatang dan tanaman dan objek lain. Sampel kemudian dicampur dan disaring dengan menggunakan ayakan dengan meshnya 2 mm. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam botol yang kemudian disegel untuk kemudian dianalisa. Sampel harus dikeringkan untuk mengurangi kandungan air. Tanggal, lokasi, dan kondisi umum dicatat. Sampel disimpan di dalam botol berwarna gelap dan dingin. Untuk satu sampel sedimen, menggunakan metode 6 spot yang dicampur, untuk mendapatkan 1 komposit sampel, ini meningkatkan keterwakilan dari sampel sedimen yang diperoleh. Selanjutnya, sampel ditempatkan dalam kantong plastik polyethilene dan dimasukkan ke dalam kotak pendingin (coolen box) bersama dengan es batu selama transportasi. Sampel disimpan dalam ruang beku (freezer) sebelum dilakukan pengukuran. Hal ini dilakukan untuk mencegah aktivitas mikroba dalam sedimen. Analisa sampel sedimen menggunakan alat AAS-CV Model Hg-201 Semi-Automated Mercury Analyzer (Sanso Seisakusho Co., Ltd.).




 









                     
Gambar 1. Peta Lokasi Pengambilan Sampel

           


Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan uji statistika sederhana untuk menghitung rata-rata, standar deviasi, nilai minimum, nilai maksimum, range dan convidence interval 90%. Untuk membandingkan konsentrasi Hg berdasarkan jarak dari daerah pertambangan data dianalisis dengan menggunakan uji Anova satu arah.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengukuran Hg di sedimen disajikan pada tabel 1. Konsentrasi total Hg menurun seiring dengan meningkatnya jarak dari daerah pertambangan (Gambar 2). Konsentrasi rata-rata Total Hg di sungai Talawaan yang tertinggi adalah di Titik 3 sebesar 1.136 ppm berat kering sedangkan yang terendah berada di Titik 8 sebesar 0.078 Hasil uji statistika dengan menggunakan uji Anova (Analisis of Variance) untuk menganalisis perbedaan konsentrasi Total Hg berdasarkan jarak diperoleh  p (0.001) < 0,05. Dengan kata lain bahwa ada perbedaan konsentrasi Hg secara signifikan berdasarkan jarak, dimana semakin jauh dari daerah pertambangan maka konsentrasi Hg semakin kecil.




Gambar 2.   Konsentrasi total Hg di sedimen Sungai Talawaan berdasarkan lokasi dan jarak terhadap daerah pertambangan (Lokasi 1-3: Jarak 0 Km; Lokasi 4: 2 Km; Lokasi 5: 4 Km; Lokasi 6: 6 Km; Lokasi 7: 8 Km; Lokasi 8: 10 Km)

           


Dilihat dari grafik (gambar 2) menunjukkan, pada titik 2 yang masih merupakan daerah pertambangan, konsentrasi Hg menurun jika dibandingkan dengan titik 1. Hal ini diduga adanya aliran sungai dari desa Pinili yang bergabung dengan aliran sungai dari desa Wasian. Pada titik 3 konsentrasi Hg naik kembali karena lokasi 3 merupakan tempat buangan hasil pengolahan emas yang paling banyak. Pada lokasi 4, 5, 6, 7 dan 8 konsentrasi Hg menurun karena lokasi tersebut semakin jauh dari daerah pertambangan.
            Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jarak dari lokasi pertambangan menentukan tingkat konsentrasi Hg yang terakumulasi dalam sedimen, dimana semakin dekat jarak dari lokasi penambangan maka semakin lebih tinggi pula konsentrasi dibandingkan dengan lokasi yang berada jauh dari lokasi pertambangan.
            Di daerah yang dekat dengan lokasi pertambangan, Hg di sedimen sebagian besar  (80-90%) berbentuk elemental metalik (Hg0). Di ekosistem perairan Hg metalik mengalami penurunan konsentrasi yang sangat lambat. Hal ini disebabkan oleh lemahnya Hg yang larut dalam air; terlebih lagi akumulasinya di bagian dasar sungai seringkali dihubungkan dengan karakteristik hidrologis sungai tersebut. Jika telah menutupi seluruh sedimen, Hg metalik akan bertahan dalam waktu yang lama; sehingga untuk dapat dipecahkan Hg metalik harus dioksidasi dan selanjutnya diangkat sebagai garam anorganik atau larutan kompleks (Lodenius dan Malm, 1998).

            Pertambangan rakyat yang menggunakan Hg merupakan salah satu indikator penyebab dari peningkatan Hg yang ada di perairan, baik sungai maupun laut. Tentunya hal ini tidak terlepas dari asumsi bahwa di sedimen terdapat bakteri anaerobik yang dapat merombak metana dan menghasilkan metilkobalamine melalui proses dekomposisi di perairan. Metil kobalamine adalah senyawa yang dapat mengubah merkuri anorganik menjadi Hg organik (metil Hg/CH3Hg) di air yang netral atau basa.

Sedimen yang memiliki konsentrasi Hg yang melebihi 2 ppm (2 mg/kg) dapat dikatakan sebagai sedimen yang telah terkontaminasi (Veiga and Meech, 1995). Berdasarkan penelitian ini, di Lokasi 3, spot 1 menunjukkan rata-rata konsentrasi yang sudah melebihi nilai terkontaminasi 2 ppm yaitu sebesar 3.25138 ppm berat kering. Hal ini disebabkan karena di sekitar titik 3 di daerah sekitar kegiatan pertambangan emas yang masih aktif dan menggunakan teknik amalgamasi yang menggunakan Hg sebagai bahan untuk menarik emas. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiabudi (2005) yang menyatakan bahwa konsentrasi Hg di sekitar daerah pertambangan emas rakyat memiliki nilai yang sangat besar karena kegiatan pertambangan masih menggunakan teknik amalgamasi dalam pengolahannya yang dapat mencemari sungai yang ada disekitarnya.

Walaupun tingkat konsentrasi Hg pada sedimen di tempat yang lain belum melampui nilai kontaminasi, diperkirakan Hg yang terbawa oleh sedimen dari hulu (daerah pertambangan) dapat mengakumulasi daerah muara. Hal ini disebabkan Hg yang terendap bersama sedimen di sepanjang sungai dapat membentuk “hot spot” kontaminasi antara estuari dan daerah kegiatan pertambangan, terutama pada aliran sungai yang tidak terlalu deras atau pada topografi dasar sungai yang landai (Veiga and Meech, 1995). Proses ini akan terbawa terus sepanjang waktu dan menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi di daerah estuari. Hal ini dapat dilihat pada sampel 4, 5, 6, 7 dan 8, yang memperlihatkan konsentrasi Hg diatas konsentrasi Hg alamiah (kontrol) berat kering.

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian di dapat konsentrasi merkuri di sedimen sungai Talawaan semakin rendah jika semakin jauh jarak dengan daerah pertambangan emas rakyat yang menggunakan merkuri.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2001. Preventive Measures Against Environment Mercury Pollution and Its Health Effects. Japan Public Health Association. Japan. 112 pp.
Blanchette, M. C., T. P. Haynes., Y. T. J Kwong., M. R Anderson., G. Veinott., J. F. Payne., C. Stirling and P. J. Sylvester. 2001. A Chemical and Ecotoxilogical Assessment of the Impact of Marine Tailing and Mine Waste ’01. Balkema, Rotterdam:323-331
Cai, Y., R. Jaffe´., and R. Jones. 1997. Ethylmercury in the Soils and Sediments of the Florida Everglades. Environ Sci Technol; 31:302– 5.
Karouw, M. 2001. Penelitian tentang Limbah Merkuri di Propinsi Sulawesi Utara selang Tahun 2000 sampai 2001. Bapedalda Sulawesi Utara. Manado.
Lingkubi, O. 2004. Upaya Pemerintah dalam Mengatasi dampak Pencemaran Pertambangan Rakyat di Kecamatan Dimembe. Makalah disampaikan pada seminar Dampak Penggunaan Merkuri dalam Penambangan Emas terhadap Kesehatan Manusia.
Lodenius, M. and O. Malm. 1998. Mercury in Amazon Rev. Environ Contam Toxical.
Setiabudi, T. B. 2005. Penyebaran Merkuri Akibat Usaha Pertambangan Emas di Daerah Sangon, Kabupaten Kulon Projo, D. I Jogjakarta. Kolokium Hasil Lapangan. DIM.
Sualang, F.H. 2001. Kondisi, Permasalahan Pertambangan Emas trehadap Lingkungan Hidup di Propinsi Sulawesi Utara. Makalah disampaikan pada seminar sehari “Dampak Penambangan Emas Dengan Menggunakan Merkuri Terhadap Kesehatan Manusia”. Manado.
Veiga, M. M. and J. A. Meech. 1995. HfEx-A Heuristic on Mercury pollution in the Amazone. Water, Air and Soil Pollution. Vol 80 : 123-132.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar