Selasa, 12 Juli 2011

LOGAM MERKURI


Merkuri atau raksa merupakan alih bahasa dari bahasa Latin “Hydragyrum” yang berarti perak cair, dilambangkan Hg (Palar, 1994). Apabila diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, merkuri berarti mudah menguap (Rompas, 1992). Merkuri adalah logam cair yang berwarna putih keperakan pada suhu biasa dan mempunyai rapatan 13,534 g/ml pada suhu  25 0C. Merkuri adalah unsur dengan nomor atom 80, berat atom 200,5 g. Titik lebur -34,87 0C, titik didih 358,58 0C dan masuk dalam golongan IIB dalam periodik unsur memiliki dua valensi yaitu Hg+ sama dengan ion merkuro dan Hg++  sama dengan ion merkuri (Daintith, 1994). Secara alami Hg dihasilkan dari biji Sinabar, HgS, yang mengandung unsur Hg antara 0,1 % - 4 % (Palar, 1994).
Logam Hg mudah membentuk ikatan kovalen dengan sulfur, dan sifat inilah yang mendasari sebagian besar efek biologisnya. Apabila sulfur terdapat dalam bentuk sulfuhidril, maka Hg divalen menggantikan atom hydrogen membentuk merkaptida, X-Hg-SR dan Hg (SR)2:X menunjukkan suatu radikal elektronegatif  dan R ialah protein. Hg organik membentuk merkaptida tipe RHg-SR. akibatnya aktivitas enzim-enzim sulfuhidril terhambat sehingga metabolisme dan fungsi sel terganggu. Afinitas Hg terhadap –tiol merupakan dasar pengobatan keracunan Hg dengan dimerkaprol dan penisilinamin. Hg mengikat ligan lain, yaitu fosforil, karboksil, amida dan amin (Syamsudin, 2000).
Merkuri metalik (elemental mercuri/Hg0) merupakan logam cair berwama putih, berkilau dan pada suhu kamar berada dalam bentuk cairan. Pada suhu kamar akan menguap dan membentuk Hg uap yang tidak berwama dan tidak berbau. Makin tinggi suhu, makin banyak yang menguap. Banyak orang yang telah menghirup Hg mengatakan bahwa terasa logam dimulutnya. Hg metal masih digunakan dalam beberapa herbal dan obat tradisional di Amerika Latin dan di Asia, digunakan juga dalam acara ritual seperti Voodoo, Santeria dan Espiritismo suku Caribia di Amerika Latin. Digunakan juga untuk bahan pembuat themometer, barometer. Hg metal banyak digunakan untuk  produksi gas chlorine dan caustic soda dan untuk pemurnian emas. Juga digunakan untuk pembuatan baterai, dan saklar listrik (Shi et al., 2004).
Untuk bahan penambal gigi biasanya mengandung Hg metalik 50%. Estimasi yang dilakukan oleh WHO menyatakan bahwa sekitar 3% dari total konsumsi merkuri digunakan untuk dental amalgam. Dental amalgam ini merupakan campuran dari merkuri yang dicampur dengan perak, dan timbal dengan komposisi 45-50% merkuri, 25-35% perak, 2-30% tembaga dan 15-30% timbal. Estimasi yang dilakukan terhadap dokter gigi di Amerika menyatakan bahwa penggunaan Hg rata-rata berkisar 0,9 – 1,4 kg amalgam /tahun. Pajanan yang ditimbulkannya adalah Hg uap (Shi et al., 2004).
Senyawa merkuri anorganik terjadi ketika Hg dikombinasikan dengan elemen lain seperti Chlorine (Cl ), sulfur atau oksigen. Senyawa-senyawa ini biasa disebut garam-garam Hg. Senyawa Hg anorganik berbentuk bubuk putih atau kristal, kecuali merkurik sulfida (HgS) yang biasa disebut Sinabar adalah berwarna merah dan akan menjadi hitam setelah terkena sinar matahari. Senyawa Hg anorganik digunakan sebagai fungisida. Garam-garam merkuri anorganik termasuk amoniak merkurik chlorida dan merkurik iodide digunakan untuk cream pemutih kulit. Merkurik chlorida (HgCl2) adalah sebagai antiseptik atau disinfektan. Pada waktu lampau, Merkurous chlorida digunakan dalam dunia kedokteran untuk obat penjahar (urus-urus), obat cacing dan bahan penambal gigi (Anonim, 1993).
Senyawa kimia lain yang mengandung Hg masih digunakan sebagai anti bakteri. Produk ini termasuk Mercurochrome (mengandung 2% Mercuri Sulfida) dan Mercuri Oksida digunakan untuk zat warna pada cat, sedangkan Merkuri Sulfide digunakan pula sebagai pewarna merah pada tato. Merkuri Chlorida juga digunakan sebagai katalis, industri baterai kering, dan fungisida dalam pengawetan kayu. Merkuri Asetat digunakan untuk sintesa senyawa organomerkuri, sebagai katalis dalam reaksi-reaksi polimerisasi organik dan sebagai reagen dalam kimia analisa (Anonim, 1993). Senyawa-senyawanya banyak digunakan sebagai disinfektan, pestisida, bahan cat, antiseptik, baterai kering, photografi, di pabrik kayu dan pabrik tekstil (Clarkson, 2002).
Senyawa Hg organik terjadi ketika Hg bertemu dengan Karbon atau organomerkuri. Banyak jenis organomerkuri,tetapi yang paling populer adalah Metilmerkuri Asetat (dikenal dengan Monometilmercuri Acetat) CH3 — Hg — COOH. Pada waktu yang lampau, senyawa organomerkuri yang dikenal adalah penilmerkuri yang digunakan dalam beberapa produk komersial. Organomerkuri lainnya adalah dimetilmerkuri (CH3 — Hg — CH3) yang juga digunakan sebagai standar referensi tes kimia. Di lingkungan ditemukan dalam jumlah kecil namun sangat membahayakan bagi manusia dan hewan. Seperti senyawa Hg organik, metilmerkuri dan penilmerkuri ada dalam bentuk garam-garamnya seperti metilmerkuri chloride dan penilmerkuri acetat.
Metilmerkuri dihasilkan dari proses mikroorganisme (bakteri dan fungi) di lingkungan. Sampai tahun 1970 an metilmerkuri dan etilmerkuri digunakan untuk mengawetkan biji-bijian dan infeksi fungi. Ketika diketahui adanya efek negatif terhadap kesehatan dari bahan berbahaya metilmerkuri dan etilmerkuri, maka penggunaan selanjutnya sebagai fungisida biji-bijian dilarang.
Sampai tahun 1991 an penggunaan penilmerkuri sebagai antifungi pada cat dalam maupun cat luar bangunan masih diperbolehkan, tetapi penggunaan ini selanjutnya juga dilarang karena akan terjadi penguapan Hg dari cat-cat tersebut. Sabun dan krem yang mengandung merkuri telah digunakan dalam waktu yang lama oleh masyarakat kulit hitam di beberapa wilayah untuk pemutih kulit. Sabun biasanya mengandung merkuri 3% sedangkan krem pemutih mengandung merkuri 10%. Sabun dan krem pemutih digosokkan pada kulit dan dibiarkan kering atau digunakan sebelum tidur.
Secara alamiah Hg ini juga terlepas dan berasosiasi dengan air sungai. Kadar Hg dalam air sungai dan danau berkisar 0,08 – 0,12 ppb. Sumber alami merkuri yang paling umum adalah HgS. Selain itu, mineral sulfida misalnya sphelarit (ZnS), chalcophyrite (CuFeS) dan galena (PbS) juga mengandung Hg. HgS sukar larut dalam air, namun pelapukan bermacam-macam batuan dan erosi tanah dapat melepaskan Hg ke dalam lingkungan (Effendi, 2003).
Merkuri berada secara alami di lingkungan seperti merkuri anorganik (garam merkuri). Merkuri juga berada dalam lingkungan sebagai akibat kegiatan manusia. Di lingkungan perairan, merkuri anorganik diubah menjadi metilmerkuri (bentuk yang paling umum dari merkuri organik) oleh mikroorganisme yang ada dalam sedimen. Setelah ini terjadi, metil merkuri terakumulasi dalam rantai makanan di perairan, termasuk ikan dan kerang-kerangan (Anonim, 2004).
Merkuri merupakan logam yang sangat toksik terhadap organisme, dalam penggunaan atau aktivitas tertentu merkuri akan disebarkan ke lingkungan baik berupa bahan pertanian, obat-obatan, cat, kertas, pertambangan serta sisa buangan industri. Semua bentuk merkuri, baik dalam bentuk unsur, gas maupun dalam bentuk garam organik adalah beracun (Pryde, 1973, dalam Alfian, 2006).
Dalam lingkungan perairan, merkuri anorganik dikonversi oleh mikroorganisme menjadi metil merkuri yang sangat beracun dan sangat mudah terserap ke dalam jaringan. Sekitar 90% kandungan merkuri dalam ikan berupa metil merkuri (Martono, 2005). Selanjutnya dapat dikemukakan bahwa sekitar 95% metil merkuri yang masuk ke dalam tubuh diserap oleh usus yang sebagian besar tertahan dalam jaringan tubuh, dan kurang dari 1% yang dikeluarkan lagi dari dalam tubuh (Martono, 2005).
Kasus toksisitas metil merkuri pada manusia, baik anak maupun orang dewasa, diberitakan besar-besaran pasca Perang Dunia ke-2 di Jepang, yang disebut “Minamata Disease”. Tragedi yang dikenal dengan Penyakit Minamata, berdasarkan penelitian ditemukan penduduk di sekitar kawasan tersebut memakan ikan yang berasal dari laut sekitar Teluk Minamata yang mengandung merkuri yang berasal dari buangan sisa industri plastik (Pervaneh, 1979, dalam Alfian, 2006). Tragedi ini telah memakan korban lebih kurang 100 orang pada tahun 1953 sampai 1960. Dari korban ini ada yang meninggal atau mengalami cacat seumur hidup (Hutabarat dan Steward 1985:198).
Dalam Alfian (2006), sistem syaraf pusat merupakan target organ dari toksisitas metil merkuri tersebut, sehingga gejala yang terlihat erat hubungannya dengan kerusakan sistem syaraf pusat. Gejala yang timbul adalah sebagai berikut:
1) Gangguan syaraf sensori: paraesthesia, kepekaan menurun dan sulit menggerakkan jari tangan dan kaki, penglihatan menyempit, daya pendengaran menurun, serta rasa nyeri pada lengan dan paha.
2) Gangguan syaraf motorik: lemah, sulit berdiri, mudah jatuh, ataksia, tremor, gerakan lambat dan sulit bicara.
3) Gangguan lain: gangguan mental, sakit kepala dan hipersalivasi.
Penyakit minamata adalah penyakit gangguan sistem syaraf pusat yang disebabkan oleh keracunan metil merkuri. Tidak ditemukan kerusakan pada organ lain kecuali pada sistem syaraf pusat (Martono, 2005).

Rabu, 18 Mei 2011

MEWUJUDKAN PERMUKIMAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

1   Pembangunan Skala Besar : Dari Teknis Rasional Ke Wawasan Lingkungan
Institusi publik memegang peranan yang sangat menentukan terhadap terwujud tidaknya pembangunan yang berwawasan lingkungan. Dimensi social, ekonomi dan ekologis yang demikian kuat terjalin dalam pembangunan pemukiman  yang berwawasan lingkungan tidaklah mudah diatasi oleh pengembang dan swasta semata-mata. Peran institusi public bkanlah sebagai penyedia melainkan sebagai pencipta iklim membangun yang berkeadilan yang dapat mendorong terwujudnya suatu kepaduan social, ekonomi, ekologis dan fungsi dalam pemukiman.
Pendekatan pembangunan skala besar dalam konsep berkelanjutan tidak sama dengan pendekatan skala besar pada masa lalu. Dimasa lalu pemecahan skala besar lebih merupakan pemecahan dari segi teknik dan rasional untuk mencapai efisiensi ekonomi, terutama pada skala mikro atau skala proyek. Dalam pembangunan berwawasan lingkungan diperlukan pemikiran dan tindakan yang sifatnya komprehensif dan terpadu, dari segi ekologi, ekonomi, social dan fungsi. Pengertian bisar disini bukan semata-mata pada skala proyek, melainkan kepada kepaduan dan keholistikan pemikiran dan tindakannya yang membangun lingkungan. Pembangunan pemukiman yang berwawasan lingkungan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pemeliharaan lingkungan.
Unsure atau komponen pemukiman yang bersifat primer biasanya memerlukan teknologi tinggi dan capital besar dibangun oleh sector public atau swasta berskala besar. Sedangkan komponen sekunder oleh swasta menengah atau sector masyarakat. Demikian juga dengan tertier dapat dilakukan oleh sector swasta kecil atau masyarakat.
Dengan bagi peran seperti yang disebutkan diatas, maka masing-masing dapat berperan serta dalam pembangunan sesuai dengan kemampuan dan penguasaan teknologinya.
Sebagai proses pembangnan fissik maka telaahan dimulai dengan proses pra desain yaitu tahap pemilihan lokasi dan pembebasan tanah. Dalam studi AMDAL (proyek) analisis mengenai dampak lingkungan dilakukan menurut tahap kegiatan pembangunan mulai dari tahap persiapan yaitu tahap pemilihan lokasi dan pembebasan tanah sampai dengan tahap pengoperasian fasilitas yang dibangun.
Setiap pembangunan yang bertujuan social, ekologi dan ekonomi, maka semua tindakan dalam proses pembangunan dari mulai pemilihan lokasi serta pembebasan tanah sampai dengan pengoperasian dan pemeliharaannya harus dilakukan berdasarkan cita-cita tersebut. Setiap tahap tindakan pembangnan fisik memang mempunyai resiko mendatangkan dampak yang tidak diinginkan, disadari maupun tidak.

2.   Permukiman berwawasan Lingkungan sebagai Proses Arsitektur.
Arsitektur umumnya dipahami sebagai suatu seni atau sebagai suatu yang lebih berkaitan dengan keindahan ketimbang dengan urusan lain. Tapi arsitek didefinisikan sebagai sang pencipta: arsitek perdamaian, arsitek pembangunan ekonomi Indonesia dan lainnya.
Arsitek sendiri kemudian melihat dirinya sebagai pencipta cara hidup yang lebih baik sebagai seorang master. Sehingga seolah-olah bahwa apa yang diputuskan oleh arsitek atau perancang tidak akan membuat sesuatu menjadi buruk. Arsitek sebenarnya tidak menciptakan suatu dari yang tidak ada, pekerjaannya adalah mengubah sumber daya alam. Pemilik sumber daya alam adalah manusia dan mahkluk hidup yang ada didalamnya. Itulah yang membedakan arsitektur dari pekerjaan seni lainnya.   
Pemukiman yang berwawasan lingkungan dapat dilahat sebagai suatu tantangan atau ajakan, agar arsitektur tidak mengerdil menjadi suatu fashion dunia yang kurang member sumbangan yang berarti kepada kehidupan yang lebih baik kepada penghuni Bumi yang lebih luas.
Pandangan arsitektur sebagai system, melihat bagaimana setiap kegiatan perwujudan arsitektur merupakan bagian yang berdiri sendiri namun tidak lepas dari proses sebelumnya. Hasil proses sesudahnya dapat merupakan umpan balik sehingga kinerja proses dapat dikoreksi dan ditingkatkan. Dalam proses arsitektur perancangan menjadi sentral. Tujuan, standar kinerja dan kendala perancangan sudah dengan memperhitungkan apa yang diharapkan terjadi pada proses selanjutnya termasuk bagaimana lingkungan dan manusia berinteraksi.
Bagaimana peran arsitek dalam perancang dalam perwujudan permukiman yang berwawasan lingkungan? Sekarang ini perancang umumnya hanya mempunyai peran sebatas mengajukan usulan atau rekomendasi tidak mengambil keputusan.
Sikap berwawasan lingkungan dapat dipaksakan melalui peraturan. Dalam hal ini pembangunan berwawasan lingkungan dilihat sebagai suatu konsep moral yang perlu dimiliki dan diterapkan oleh setiap perancangan.
Jika organisasi profesi perancang mempunyai kedudukan kuat dan berpengaruh pada pengambilan keputusan, maka cita-cita untuk menjadikan arsitek menjadi pencipta lingkungan yang lebih baik bagi umat manusia dan sebagai yang mampu berada di barisan terdepan perubahan lingkungan yang menuju kepada keberlanjutan bumi akan dapat diharapkan tercapai.

3   Tahap Pembangunan Fisik
3.1    Pemilihan Lokasi dan Pembebasan Tanah
Proses pemilihan dan pembebasan tanah adalah proses yang relative lebih mudah dilakukan bilamana sudah ada rencana tata ruang yang berwawasan lingkungan. Dalam panduan perencanaan perumahan dan permukiman, persyaratan lokasi umumnya mengacu pada hal-hal yang menyangkut kesesuaian dengan peraturan dan keamanan serta keselamatan penghuni misalnya sesuai dengan rencana kota tentang peruntukan lahan , mudah dicapai, harus bebas banjir, kondisi lahan stabil, tidak dekat dengan sumber pencemar, aksesibilitas baik dan ada sumber air.
Untuk pembangunan skala besar diwajibkan melakukan AMDAL, ketidak adaan informasi mengenai rencana ruang yang tepat dapat digantikan oleh informasi dari studi AMDAL. AMDAL tentang permukiman, selain terkatagori pada AMDAL Proyek, mungkin juga bagian dari AMDAL regional atau kawasan. Untuk proyek skala kecil tidak perlu dilengkapi dengan studi AMDAL. Kecuali ada peraturan dan ketetapan yang lain, yang mewajibkan AMDAL untuk setiap perubahan lingkungan yang akan terjadi.
Bagaimana lahan dibebaskan juga penting dalam proses pembangunan berwawasan lingkungan. Tahap ini tidak jarang menjadi pemicu permasalahan social, terutama kalau pengembang dan pemilik tanah berbeda pendapat tentang soal harga atau bilamana pengguna atau pemilik tanah tidak mau melepaskannya. Musyawarah atau jalur hukum biasanya kemudian ditempuh.

3.2  Perancangan
Perancangan perlu dilakukan dengan cermat. Pengetahuan substansi yang diberlakukan dalam proses ini bukan dari merancangnya sendiri melainkan harus diturunkan dan diserap dari subsistem lain. Pengetahuan tentang proses perancangan sendiri hanyalah berupa metoda serta penerapannya.
Permukiman mencakup unsure lindungan atau gedung-gedung dan system jejaring. Kedua unsure tersebut terpadu dalam suatu rancangan yang lazim yang disebut sebagai perencanaan tapak. Perencanaan tapak ini dapat menyangkut kawasan keseluruhan tetapi juga rencana tapak bangunan imdividual. Rencana tapak ini sangat penting karena akan berakibat langsung pada perubahan bentang alam: penggalian, potong dan papas, penebangan pepohonan dan lain sebagainya.
Tantangan kepada perancang adalah bagaimana menciptakan lingkungan yang tepat ekologi, tetapi bernilai ekonomi dan manusiawi sehingga si pengembang lebih mudah menerima gagasan berkelanjutan.
3.3  Proses Konstruksi
Rancangan yang berwawasan lingkungan dapat merupakan awal yang baik bagi perkembangan pemukiman terencana. Akan tetapi yang akan lebih menentukan tercapainya tujuan adalah implementasinya. Perkiraan atau dugaan terhadap suatu peristiwa atau gejala, terjadi atau tidaknya, barulah tampak pada tahapan ini.
Perubahan ekologis baru akan terlihat pada tahap konstruksi. Oleh karena itu pengawasan dan pemantauan jelas diperlukan agar rencana yang berwawasan lingkungan tidak diubah kearah yang sebaliknya, pada waktu pelaksanaannya.
Wawasan sosio-ekonomi yang dapat diterapkan pada tahap ini, misalnya dengan membuka peluang sebesar-besarnya kepada penduduk dan usaha setempat untuk mengisi peluang kerja dan kesemapatan berusaha.pengembang kawasan ini dapat bekerja sama dengan pengembang kecil dan atau menggunakan kontraktor serta pengusaha bahan bangunan setempat. Ini merupakan gambaran kemitraan yang positif. Hanya saja sifat kostruksi hanya bersifat relative sementara, tak jarang mendorong sifat buruk pelaku untuk kurang bertanggung jawab.
Jika wawasan sosio-ekonomi yang ingin ditumbuhkembangkan maka si pengembang skala besar dapat memperlakukan proyeknya sebagai ajang proses pembelajaran peningkatan kualitas.
Kondisi lingkungan alami yang mungkin berubah umumnya berasal dari kegiatan penggalian dan penimbunan serta penghilangan berbagai macam flora dan fauna. Kegiatan galian dan timbunan yang dilakukan secara tidak cermat dapat membahayakan penduduk setempat yang menggunakan areal konstruksi untuk lalu lintas atau tempat bermain.

3.4  Proses Penghunian dan Bionomika Manusia.
Tujuan-tujuan sosio-ekonomi pembangunan akan tampak jelas bilamana permukiman sudah dihuni. Bila kemudian terwujud suatu komunitas yang mampu memelihara dan mengembangkan kehidupan social serta lingkungan fisik, tidak secara internal, melainkan juga dengan lingkungan sekitar, maka satuan permukiman tersebut dapat memberikan harapan lebih pasti akan terwujudnya cita-cita pembangunan yang berkelanjutan.
Proses penghunian yang terhambat, secara ekologi pun tidak menguntungkan. Pekarangan yang dibiarkan tidak ditanami, tanahnya mudah tererosi dan dapat mendangkalkan saluran-saluran pembuangan air.
Konsep berwawasan lingkungan menganjurkan agar sampah dikurangi dan banyak digunakan bahan yang 4 R (renewal, Reuse, Recycling dan Regeneration). Dalam tahap pasca konstruksi, pelaksanaan akan ditentukan oleh penghuninya sendiri. Demikian juga dalam hal hemat energy dan air.
Dalam pemeliharaan lingkungan yang biasanya menjadi masalah adalah ruang public yang merupakan daerah yang bertuan. Daerah ini dapat meliputi jalan-jalan utama, pedestrian, taman-taman dan jalur hijau. Sedangkan areal yang masih diidentifikasikan menjadi bagian penghuni biasanya dipelihara oleh penghuni masing-masing.
Air dan energy merupakan sumber daya yang wajib dihemat. Kebocoran air bersih dapat terjadi di tingkat manajemen atau disebabkan oleh buruknya kondisi perpipaan. Perilaku konsumen atau rumah tangga, juga berperan pada efisiensi penggunaan air dan energy. Ini mengisyaratkan perlu pemantauan dan upaya yang terus menerus agar perilaku ketiga institusi sesuai dengan tuntutan pembangunan yang berwawasan lingkungan.

3.5  Proses Umpan Balik, Penelitian dan Pengendalian
Setiap tahap pembangunan merupakan sus-sistem tersendiri, yang dapat memberikan informasi ke proses sebelum dan sesudahnya, demikian juga masa pasca penghunian penting untuk diperkirakan karena harus menjadi salah satu masukan bagi perancangan. Karena itu informasi tentangproses pembangunan itu penting untuk diketahui, baik untuk kepentingan akademik dan professional perancangan.
Informasi untuk kepentingan akademik dan professional yang diperoleh melalui kegiatan penelitian lazimnya tidak semata=mata untuk pengembangan ilmu pengetahuan, namun dapat dimanfaatkan bagi pengembangan kepranataan. Penelitian tentang lingkungan binaan seyogyanya memang mempunyai implikasi kepada hal itu. Penyusunan peraturan bangunan dan pedoman perancangan yang berwawasan lingkungan misalnya akan memerlukan informasi dan penelitian.
Keterkaitan yang kompleks dari pembangunan yangberwawasan lingkungan sudah tidak dapat lagi memilah-milah pengetahuan atas batas yang tegas antara teknologi dan pengetahuan social. Informasi dari penelitian juga perlu mendapat tempat dilingkungan akademik dan professional.
Hasil penelitian tidak semata-mata untuk kepentingan akademik atau pengembangan pengetahuan, mungkin bermanfaat bagi pengambil kebijaksanaan, baik yang bersifat makro maupun sifatnya lebih menyangkut peraturan teksnis.
Proses perancangan berbeda dengan proses penelitian yang menempatkan metoda perolehan informasi dan analisis sebagai bagian yang sama penting dengan hasil yang diperoleh sehingga apa, bagaimana dan darimana informasi dikumpulkan dan dianalisis menjadi bagian yang dipertanyakan dan dievaluasi.
Bagi pengelola permkiman, umpan balik diperlukan dalam rangka pengendalian pertumbuhan. Pengendalian dapat menyangkut hal-hal yang sifatnya teknis setempat, namun mungkin pula ada perkembangan gejala yang merupakan perkara kebijakan dalam lingkup yang lebih makro.
Perubahan dari rencana dan rancangan semula dapat terjadi sesaat suatu rancangan dilaksanakan. Masyarakat penghuni juga dapat melakukan perubahan lingkungan misalnya dengan menambah ruangan atau luas yang terbangun atau membagi kapling menjadi dua atau lebih karena alasan perwarisan, atau dijual sebagian dan lain sebagainya.
Perubahan juga dapat terjadi karena adanya pertumbuhan diluar perkiraan pembangunan kota semula. Perubahan-perubahan tersebut dapat dipantau baik secara formal, melalui mekanisme institusi public yang ada atau melalui cara-cara yang kurang formal.

PEMBANGUNAN DAN LINGKUNGAN HIDUP

Masyarakat memahami bahwa lingkungan  itu tidak terbatas hanya kepada hal-hal yang bersifatr fisik, melainkan  non fisik dan sosial juga. Dalam Undang-undang no 4 tahun 1982 tentang ketwntuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup, lingkungan hidup diartikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk didalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri-kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Pembangunan dalam arti luas telah mengalami perkembangan konsepsi, dari konsep yang menekankan pertumbuhan ekonomi sampai kepada konsep pemanusiaan sekarang ini ( Ginanjar 1996.10).  Pembangunan yang berkebang didekade 50- an dan 60- an umumnya menghasilkan ketimpangan sosial dan kecenderungan mengeksploitasi alam secara tidak bijaksana untuk konsumsi manusia. 
Langkah yang diambil untuk memacu pertumbuhan ekonomi  negara berkembang adalah melalui industrialisasi, yang tergantung kepada teknologi dan modal dari luar,  yang tak tertutup kemungkinan mendapatkan teknologi yang merusak  dan dapat mengancam kelestarian lingkungan.  Hasil pembangunan  diharapkan dapat dinikmati oleh masyarakat  sampai lapisan bawah  akhirnya tidak dapat dinikmati tetapi yamg mampuh cenderung lebih mampuh dan yang miskin tetap miskin bahkan menjadi lebih miskin. Oleh karena itu untuk mempertahankan hidupnya masyarakat miskin melakukan berbagai cara mengeksloitasi alam yang dapat merusak lingkungan dan karena miskin mereka juga tak berkemampuan mendidik generasi mudanya dan menjaga kesehatan dirinya maupun keluarganya sehingga produktifitasnya pun menjadi rendah.
Jumlah penduduk yang dinyatakan  miskin di Indonesia tahun 1990 sebesar 15,1 % dan menjadi 13,7 % tahun 1993. Kecenderungan terjadinya kesenjangan antara yang miskin dan yang berpendapatan tinggi  tampak lebih lebar. Pendapatan masyarakat berpendapatan tinggi tampak meningkat lebih cepat dibandingkan dengan pendapatan kelompok penduduk berpendapatan rendah. Dengan demikian pembangunan di Indonesia masih menghadapi tantangan yang besar dari kemiskinan dan disparitas sosial. Kemiskinan dan ketimpangan hanya sebagian saja dari beban yang cenderung bertambah berat terus yang ditanggung oleh lingkungan dari unsur kependudukan. Dampak manusia pada bumi tergantung pada jumlahnya, jumlah energi dan sumber daya lain yang dikonsumsinya, serta sampah yang dibuangnya. Pertambahan jumlah penduduk yang meningkat pesat  terutama dinegara berkembang serta gaya hidup konsumtif dinegara maju memperberat beban lingkungan dan mendorong terjadinya krisis pangan serta energi.
Adanya pertambahan penduduk berarti pula semakin banyak perumahan yang diuperlukan. Ini dapat berarti semakin terdesaknya lingkungan alami termasuk tanah dan pertanian. Selain perubahan penggunaan tanah, pembangunan perumahan pun akan berakibat kepada semakin besarnya eksploitasi sumber daya alam yang digunakan untuk pembangunan seperti pasir dan batu. Pertambahan penduduk  yang melahirka peningkatan angkatan kerja kemudian tidak diikuti oleh kemampuan negara yang bersangkutan untuk menyediakan lapangan pekerjaan maka pengangguran akan menjadi ancaman serius terhadap lingkungan. Perkotaan menjadi tujuan masyarakat mencari lapangan pekerjaan, sehingga prosentase penduduk perkotaan cenderung meningkat terus. Habitat 1986 memperkirakan 60.1 % penduduk dunia ditahun 2025 adalah penduduk perkotaan, sedangkan dinegara berkembang penduduk perkotaan di tahun tersebut diperkirakan mencapai 56,5 %.
Permukinan kota memerlukan lebih banyak teknologi untuk mengatasi kebutuhan penduduknya akan tempat yang sehat. Sampai sekarang baru ada 9 kota yang telah memiliki sistem pembuangan limbah. Sebagian besar rumah tangga diperkotaan termasuk perumahan baru menggunakan sistem sanitasi setempat yang tidak terlalu bersih.. Masyarakat miskin masih menggunakan sungai sebagai tempat pembuangan limbah dan 30,5 %  sampah kota dibuang ke sungai dan saluran air,  yang mengakibatkan pencemaran sungai. Digunakannya saluran air dan sungai sebagai tempat pembuangan sampah dapat meningkatkan potesi banjir, karena menurunnya kapasitas jaringan area, sementara oleh masyarakat lain sungai menjadi andalan sebagai sumber air bersih.
Perubahan penggunaan tanah dari alami ke buatan juga dapat membawa beban kepada lingkungan antara lain dapat mengubah perilaku air, resapanya kedalam bumi menjadi tertahan.  Devas menyebutkan bahwa untuk memenuhi target pelayanan dasar kota, Indonesia membutuhkan sekitar US$ 1,4 milyar pertahun atau sekitar 1/5 dari anggaran pembangunan satu tahun. Angka ini memperlitahkan besarnya tantangan pembangunan permukiman kota.
Kondisi lingkungan  dapat menjadi buruk ternyata tidak hanya karena faktor kemiskinan tetapi juga karena tuntutan untuk hidu lebih baik dari kelompok masyarakat yang lebih mampuh seperti penggunaan alat pengkondisi udara (AS) dimana peralatan ini dapat membuat penghuni bangunan merasa nyaman tetapi keluar bangunan alat ini memberikan sumbangan terhadap peningkatan suhu setempat. Tidak hanya pada penggunaan AC, tetapi tempat hunian  dan tempat kerja yang nyaman serta berbagai fasilitas sarana perbelanjaan, rekreasi, dan olah raga lebih mudah diperoleh dari pada air bersih untuk masyarakat, dimana kesemuanya itu memberikan sumbangan terhadap penurunan kualitas lingkungan hidup. Pencemaran udara dapat mengancam lapisan ozon yang pada akhirnya berbahaya bagi kehidupan manusia.  Perilaku manusia yang kurang arif terhadap berbagai sumberdaya  alam telah mengurangi ketersediaannya.
Pembangunan ternyata tidak hanya sebagai alat pemenuhan kebutuhan sosial-ekonomi, melainkan sebagai pembangunan manusia, dimana pembangunan berarti memupuk kemampuan untuk membuat pilihan-pilihan mengenai masa depan.  Sujatmoko mengatakan bahwa pembangunan merupakan pertumbuhan manusia dan peradaban. Dimana pembangunan ialah membuat penduduk suatu negri tidak hanya produktif tetapi juga secara sosial lebih efektif dan lebih sadar diri. Menurut David Korten masalah pembangunan bukanlah pertumbuhan melainkan transformasi dalam pranata-pranata teknologi, nilai-nilai dan perilaku kita sesuai dengan realitas ekologi dan sosial, dimana transformasi ini harus memenuhi tiga kebutuhan pokok masyarakat global yakni keadilan yaitu adanya sarana dan kesempatan untuk menghasilkan nafkah yang layak bagi diri sendiri dan keluarganya, serta penggunaan dan pemilikan sumberdaya yang lebih berkeadilan. Kedua adalah berkelanjutan artinya tiap generasi mengakui kewajibannya untuk memelihara sumberdaya bumi dan ekosistemnya untuk generasi berikutnya. Dan ketiga ketercakupan yakni setiap orang mendapat kesempatan yang sama untuk menjadi penyumbang yang dihormati bagi keluarga, kelompok dan masyarakat.
Di bidang lingkungan badan dunia PBB pada tahun 1992 telah menyusun suatu perogram tindakan untuk pembangunan berkelanjutan yang dikenal dengan sebutan Agenda 21 atau Deklarasi Rio tentang Lingkungan dan Pembangunan. Indonesia menggunakan trilogi pembangunan yakni pemaduan pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas. Pembangunan berkelanjutan dinyatakan dalam pembangunan perumahan dan pemukiman yang menyebutkan bahwa penyelenggaraan pembangunan  perumahan dan pemukiman dilakukan agar terjangkau masyarakat luas dan berwawasan lingkungan serta berkelanjutan
1.1.    Konsep Pengembangan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan

Berwawasan lingkungan adalah pandangan yang tercermin dalam perilaku yang selalu mengupayakan hubungan yang serasi, antara manusia dan alam dan berbagai unsur buatan. Untuk lebih mendalami permasalahan lingkungan dan pembangunan dibentuklah World Commission on Environment and Development (WCED), yang merumuskan konsep pembangunan  berkelanjutan. Perkembangan yang berkelanjutan  ( sustaineble development) adalah pembangunan dan perkembangan untuk memenuhi kebutuhan sekarang, tanpa harus menghalangi generasi yang akan datang, untuk memenuhi kebutuhannya. Para pakar mengidentifikasikan tiga pandangan tentang pembangunan berkelanjutan.
Pertama. Pandangan dari sudut ekonomi yang memfokuskan perhatiannya pada upaya peningkatan kemakmuran semaksimal mungkin dalam batasan modal dan kemampuan teknologi. Kedua, pandangan dari sudut ekologi yang memandang terjaganya keutuhan ekosistem sebagai syarat mutlak untuk menjamin keberlanjutan perkembangan kehidupan. Ketiga, Pandangan dari segi sosial yang menekankan bahwa manusia adalah faktor kunci dan organisasi sosial yang senantiasa mancari pemecahan bagaimana menjaga berkelanjutan pembangunan.
Pembangunan berkelanjutan memerlukan sikap pembangunan yang berbeda dengan sebelumya yaitu diperlukan suatu sikap yang tidak lagi memilah, memisah-misahkan apalagi mempertentangkan tujuan-tujuannya. Untuk menegakkan etika berkelanjutan orang harus mempertimbangkan kembali nilai-nilai yang dianut dan merubah perilakunya. Dua sifat utama dalam saling ketergantungan  yakni perilaku masing-masing pihak mempengaruhi perilaku keseluruhan, dan tidak satu pun pihak yang mempunyai pengaruh atau akibat yang berdiri sendiri. Kepranataan yang ada sekarang  yang masih berorientasi kepada pertumbuhan perlu diubah menjadi kepranataan yang dapat menopang berkelanjutan pembangunan, baik tingkat lokal, regional, nasional dan global.


1.2.    Konsep Perumahan dan pemukinan

Tahun 70 –an pembangunan perumahan mendapat kritikan karena orientasinya  yang sangat berat kefisik dan kurang memperhatikan masalah sosial dan ekonomi. Dari laporan Habitat tersirat bahwa konsep perumahan berbeda dengan konsep permukiman, dan konsep permukiman lebih luas dari perumahan. Undang-undang no 4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman di bedakan sebagai berikut :
Permukiman adalah  bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, dapat merupakan kawasan perkotaan dan pedesaan berfungsi sebagai lingkungan  tempat tinggal / hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan. Sedangkan perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi saebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian plus prasarana dan sarana lingkungan. Permukiman adalah perumahan dengan segala isi dan kegiatan yang ada didalamnya. Perumahan merupakan wadah fisik sedang permukiman merupakan paduan antara wadah dengan isinya  yaitu manusia, yang hidup bermasyarakat dan berbudaya didalamnya.
Secara lebih sederhana dapat dikatakan permukiman adalah paduan antara unsur : manusia, dengan masyarakat, alam dan unsur buatan.  Karakter, keterkaitan dan keterpaduan kelima unsur permukiman tersebut akan mewujudkan suatu kondisi dan karakter permukiman tertentu. Berdasarkan karakter alam permukiman umumnya dibedakan atas perkotaan, pedesaan, pantai, pegunungan,dsb. Berdasarkan karakter kemasyarakatannya digunakan kategori tingkat kemampuan ekonomi yaitu, tinggi, menengah, dan rendah. Berdasarkan sifat buatan yaitu perumahan susun, perumahan tak bertingkat, dsb. Dengan demikian jelaslah bahwa permasalahan permukiman tidaklah sama dengan permasalahan perumahan. Habitat 1986 menyebutkan bahwa permukiman adalah suatu konsep terpadu, oleh karena itu strategi pembangunan haruslah dibentuk dengan menempatkan perrmukiman sebagai pembina pengembangan disekitar manusia dan tempat dimana mereka bekerja dan tinggal, dengan  kata lain sebagai suatu konsep terpadu permukiman dapat menjadi instrumen untuk memajukan pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan yang berkelanjutan.

Rantai Makanan

Apa yang terjadi dengan produktivitas bersih komunitas tumbuhan? Beberapa diantaranya dipanen oleh hewan pemakan tumbuhan yaitu herbivore. Yang mencakup didalamnya bukan hanya hewan-hewan seperti rusa dan sapi tetapi juga herbivore kecil misalnya serangga. Sebagian dari hasil bersih tumbuhan dikonsumsikan oleh organism penghancur, terutama fungi dan bakteri. Pada komunitas tumbuhan tertentu, sedikit hasil bersih tersimpan. Misalnya pada rawa banyak sisa tumbuhan tidak hancur dan menimbun menjadi gambut. Endapan seperti itu pada masa lampau menjadi batu arang.

Pada hutan muda, jumlah total bahan organic meningkat setiap tahun dengan meningkatnya ukuran pohon perennial berkayu. Akan tetapi jika hutan menjadi dewasa, kehilangan bahan organic karena kematian dan kehancuran, bila ditambahkan kepada kehilangan karena dimakan hewan pemakan tumbuhan, sama dengan produktivitas bersih. Istilah biomassa digunakan untuk melukiskan seluruh bahan organic yang terdapat dalam suatu ekosistem.
Bila sebagian dari biomassa suatu komunitas tumbuhan dimakan, energy itu diteruskan kepada sesuatu heterotrof, yang keberadaannya bergantung pada energy tersebut. Misalnya belalang, tumbuh dan melakukan seluruh kegiatannya berkat energy yang tersimpan pada tumbuhan yang dimakannya. Pada gilirannya, herbivore menyediakan makanan pada karnivora. Belalang tadi dimakan oleh katak. Proses pemindahan energy dari makhluk ke makhluk dapat berlanjut. Katak dapat dimakan oleh ular yang pada gilirannya dapat dimakan oleh burung elang.
Lintasan konsumsi makanan disebut rantai makanan. Semua rantai makanan mulai dengan organisme autrofik, yaitu organisme yang melakukan fotosintesis seperti tumbuhan hijau. Organisme ini disebut produsen karena hanya mereka yang dapat membuat makanan dari bahan mentah anorganik. Setiap organisme yang merasa langsung memakan tumbuhan disebut herbivore atau konsumen primer. Karnivora seperti halnya katak yang memakan herbivore disebut konsumen sekunder. Karnivora sebagaimana ular yang memakan konsumen sekunder dinamakan consumen tertier dan seterusnya. Setiap tingkatan konsumen dalam suatu rantai makanan disebut tingkatan trofik.
Untuk menentukan sebenarnya apa memakan apa dalam komunitas alamiah, dengan segera dapat diketahui bahwa sebagai rantai makanan itu sangat bertalian. Kebanyakan hewan mengkonsumsi makanan yang beragam pada gilirannya, meyediakan makanan untuk berbagai makhluk lain yang memangsanya. Jadi energy yang terdapat dalam hasil bersih dari produsen itu berlalu kedalam jarring makanan yang teramat rumit. Pada setiap tingkatan konsumsi dalam rantai I makanan sebagian dari hasil bersih tingkatan tersebut tidak dikonsumsi oleh tingkatan yang lebih tinggi berikutnya tetapi setelah organisme itu mati diurai oleh banyak sekali organisme pengurai yang banyak sekali terdapat dalam tanahdan dimana pun bahan organic terdapat. Mereka mengekstraksi energy yang tersisa dalam bahan organic dan dengan demikian melepas produk anorganik dari degradasinya kembali kea lam sekitarnya. Kita telah mengetahui bahwa aliran energy melalui biosfer itu searah; dari matahari ke produsen, kemudian ke konsumen, dan akhirnya ke organisme pengurai.
Rantai makanan adalah pengalihan energi dari sumbernya dalam tumbuhan melalui sederetan organisme yang makan dan yang dimakan.  Para ilmuwan ekologi mengenal tiga macam rantai pokok, yaitu rantai pemangsa, rantai parasit, dan rantai saprofit.
1.      Rantai Pemangsa

Rantai pemangsa landasan utamanya adalah tumbuhan hijau sebagai produsen. Rantai pemangsa dimulai dari hewan yang bersifat herbivora sebagai konsumen I, dilanjutkan dengan hewan karnivora yang memangsa herbivora sebagai konsumen ke-2 dan berakhir pada hewan pemangsa karnivora maupun herbivora sebagai konsumen ke-3.

2.      Rantai Parasit

Rantai parasit dimulai dari organisme besar hingga organisme yang hidup sebagai parasit. Contoh organisme parasit antara lain cacing, bakteri, dan benalu.





3.      Rantai Saprofit
Rantai saprofit dimulai dari organisme mati ke jasad pengurai. Misalnya jamur dan bakteri. Rantai-rantai di atas tidak berdiri sendiri tapi saling berkaitan satu dengan lainnya sehingga membentuk faring-faring makanan.
4.      Rantai Makanan dan Tingkat Trofik

Salah satu cara suatu komunitas berinteraksi adalah dengan peristiwa makan dan dimakan, sehingga terjadi pemindahan energi, elemen kimia, dan komponen lain dari satu bentuk ke bentuk lain di sepanjang rantai makanan.
Organisme dalam kelompok ekologis yang terlibat dalam rantai makanan digolongkan dalam tingkat-tingkat trofik. Tingkat trofik tersusun dari seluruh organisme pada rantai makanan yang bernomor sama dalam tingkat memakan.
Sumber asal energi adalah matahari. Tumbuhan yang menghasilkan gula lewat proses fotosintesis hanya memakai energi matahari dan C02 dari udara. Oleh karena itu, tumbuhan tersebut digolongkan dalam tingkat trofik pertama. Hewan herbivora atau organisme yang memakan tumbuhan termasuk anggota tingkat trofik kedua. Karnivora yang secara langsung memakan herbivora termasuk tingkat trofik ketiga, sedangkan karnivora yang memakan karnivora di tingkat trofik tiga termasuk dalam anggota iingkat trofik keempat.

5.      Piramida Ekologi

Struktur trofik pada ekosistem dapat disajikan dalam bentuk piramida ekologi. Ada 3 jenis piramida ekologi, yaitu piramida jumlah, piramida biomassa, dan piramida energi.

a.      Piramida jumlah

Organisme dengan tingkat trofik masing - masing dapat disajikan dalam piramida jumlah, seperti kita Organisme di tingkat trofik pertama biasanya paling melimpah, sedangkan organisme di tingkat trofik kedua, ketiga, dan selanjutnya makin berkurang. Dapat dikatakan bahwa pada kebanyakan komunitas normal, jumlah tumbuhan selalu lebih banyak daripada organisme herbivora. Demikian pula jumlah herbivora selalu lebih banyak daripada jumlah karnivora tingkat 1. Kamivora tingkat 1 juga selalu lebih banyak daripada karnivora tingkat 2. Piramida jumlah ini di dasarkan atas jumlah organisme di tiap tingkat trofik.

b.      Piramida biomassa

Seringkali piramida jumlah yang sederhana kurang membantu dalam memperagakan aliran energi dalam ekosistem. Penggambaran yang lebih realistik dapat disajikan dengan piramida biomassa. Biomassa adalah ukuran berat materi hidup di waktu tertentu. Untuk mengukur biomassa di tiap tingkat trofik maka rata-rata berat organisme di tiap tingkat harus diukur kemudian barulah jumlah organisme di tiap tingkat diperkirakan.
Piramida biomassa berfungsi menggambarkan perpaduan massa seluruh organisme di habitat tertentu, dan diukur dalam gram. Untuk menghindari kerusakan habitat maka biasanya hanya diambil sedikit sampel dan diukur, kemudian total seluruh biomassa dihitung. Dengan pengukuran seperti ini akan didapat informasi yang lebih akurat tentang apa yang terjadi pada ekosistem.
c.       Piramida energy

Seringkali piramida biomassa tidak selalu memberi informasi yang kita butuhkan tentang ekosistem tertentu. Lain dengan Piramida energi yang dibuat berdasarkan observasi yang dilakukan dalam waktu yang lama. Piramida energi mampu memberikan gambaran paling akurat tentang aliran energi dalam ekosistem.
Pada piramida energi terjadi penurunan sejumlah energi berturut-turut yang tersedia di tiap tingkat trofik. Berkurang-nya energi yang terjadi di setiap trofik terjadi karena hal-hal berikut.
1.      Hanya sejumlah makanan tertentu yang ditangkap dan  dimakan oleh tingkat trofik selanjutnya.
2.      Beberapa makanan yang dimakan tidak bisa dicemakan dan dikeluarkan sebagai sampah.
3.      Hanya sebagian makanan yang dicerna menjadi bagian dari tubuh organisms, sedangkan sisanya digunakan sebagai sumber energi.